Sydney Opera House adalah kompleks teater dan hall yang saling terhubung di bawah cangkang putih yang terkenal itu. Sejak dibuka tahun 1973, gedung opera ini menjadi pusat pertunjukkan seni tersibuk di dunia, menggelar sekitar 3000 even tiap tahunnya dengan penonton sekitar 2 juta orang, dioperasikan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu dan hanya tutup saat natal dan paskah. Sejumlah buku dan film mencatat sejarah 30 tahun, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek Sydney Opera House secara keseluruhan. Salah satunya karya Françoise Fromonot, “Jørn Utzon – The Sydney Opera House”.
Kisah gedung opera bergaya Modern Ekspresionis ini dimulai tahun 1957, kala Jørn berumur 38 tahun. Jørn yang membuka studio tahun 1945 dekat kastil Hamlet-nya Shakespeare ini, masih belum dikenal. Jørn tinggal di kota kecil Hellebæk, bersama istri dan ketiga anak mereka, yang kemudian mengikuti jejak ayahnya menjadi arsitek. Konsep Jørn “tiga cangkang beton berlapis keping putih” tak dinyana terpilih sebagai salah satu pemenang dalam kompetisi internasional merancang gedung opera di tanjung pelabuhan Sydney yang diikuti 230 peserta dari lebih 30 negara pada tahun 1957. Setelah mengerjakan proyek ini di Denmark bertahun-tahun disertai kunjungan berkali-kali ke Sydney, Jørn akhirnya memutuskan memboyong keluarganya ke Sydney akhir 1962. Utzon memang senang menggarap bangunan publik monumental dan proyek perumahan yang rendah hati. Kekuatan motivasi telah membentuk karir arsitek Denmark ini.
Atap cangkang bertumpuk karya Jørn bertahta di atas panggung mengesankan karya Ove Arup – pemenang asli kompetisi tahun 1957 ini – adalah skema yang mendobrak tradisi. Utzon bekerja sama dengannya pada proyek ini, sedang saat menuntaskan desain akhir Jørn bekerja dengan Tobias Faber. Hal itu bermanfaat bagi Utzon untuk menguji gagasannya, sedangkan bagi Faber kesempatan berharga dapat mengamati kreasi dari gagasan besar. Mereka berdua mempelajari karya Gunnar Asplund, mengagumi kekuatan gagasan utamanya yang selalu didukung kesempurnaan detail. Ketika para arsitek tertarik arsitektur Jepang, mereka mempelajari buku-buku tentang monumen Cina dan arsitektur lokal untuk dasar mempelajari tradisi bangunan Jepang. Mereka pelajari juga buku-buku Frank Lloyd Wright dan pendekatan arsitekturnya serta foto-foto menawan dalam buku Jerman ‘Wunder der Natur”.
Semua itu dilakukan berdasarkan intuisi Utzon akan hal yang akan menjadi esensi arsitektur masa datang. Reaksi mereka atas ketakpedulian kualitas umumnya hasil Gerakan Modern waktu itu, dikumpulkan dalam suatu artikel di majalah Denmark ‘Arkitekten’ tahun 1947. Inspirasi mereka peroleh dari struktur dan tekstur alam, bangunan lokal dan monumental masa lalu di Meksiko, India, Yunani dan Cina. Pendeknya setelah itu, dalam sebuah introduksi pameran kecil, Utzon menjelaskan gagasannya untuk pendekatan baru arsitektur dengan bekal latihan kepekaan diri, pemahaman hukum alam, kebutuhan imaginasi dan mimpinya.
Suasana khusus senantiasa mendorong Utzon membuat solusi khusus pula. Sydney Opera House terletak di atas dermaga pelabuhan Sydney, dikelilingi pegunungan dan lereng, dimana penduduk dapat memandang ke bawah kota. Atap menjadi bagian penting ke lima tampak. Bangunan itu bagai pahatan yang dibungkus cangkang, memantulkan langit dan awan.
Perhatian Utzon pada prefabrikasi menunjukkan usahanya menggunakan industri lebih dari sekedarnya. Menyusun elemen berbeda bentuk, ukuran dan bahan ternyata bisa menghasilkan struktur yang kaya dan mengesankan. Untuk Sydney Opera House, Utzon bermain dengan bentuk-bentuk geometris dan sterometris murni, agar dapat mengontrol perhitungan kekuatan strukturnya. Dari sebuah bola dia memotong seluruh elemen menjadi shell setinggi 60 m.
Tahun 1966 Jørn meninggalkan Sydney karena pertikaian politik yang berujung penundaan kontrak. Utzon, yang waktu itu digambarkan media agak tertutup, tak sengaja terseret dalam intrik politik dan diserbu pers yang memusuhinya. Untungnya Jørn sempat menyelesaikan struktur dasarnya, sedangkan bagian interior di kerjakan pihak lain. Gedung opera ini akhirnya diselesaikan pembangunannya pada Agustus tahun 1973 oleh Peter Hall.
Belakangan hari menjelang pensiun, Utzon mengutus putranya Jan dengan bendera Utzon Architect, bekerja sama dengan Sydney Opera House Trust dan pemerintah Australia, dalam pengembangan dan renovasi gedung opera ini di masa mendatang, meliputi pembuatan dokumen prinsip desain dan panduan modifikasi untuk generasi muda Australia yang akan mewarisinya. Jørn berpesan,” Saya harap gedung ini bisa bertahan untuk seni. Generasi berikut mesti punya kebebasan untuk mengembangkan gedung ini untuk kebutuhan masa tersebut.”
Duduk di Bennelong Point, memandang ke bawah dari jembatan tersohor Sydney Harbour Bridge, Opera House terekspos seutuhnya, sejelas segmen berwarna dimana gedung opera ini berdiri. Tak heran si wanita di awal kisah langsung terpesona. Terang saja, ia melihat bangunan kebanggaan rakyat Australia ini di tempat paling strategis untuk mengaguminya. Allah memang Maha Indah !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar