KETOKOHAN Soekarno dalam bidang politik di era tahun 1920-an sampai 1960-an, telah dikenal luas oleh masyarakat nasional maupun internasional. Telah banyak penulis dalam dan luar negeri membahas sepak terjangnya di bidang politik, termasuk juga perjalanan hidupnya. Namun kajian tentang Soekarno sebagai seorang negarawan yang juga sekaligus seorang arsitek belumlah dikenal luas oleh publik. Padahal, gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang teknik yang dianugerahkan kepadanya dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tanggal 13 September 1962 merupakan pengakuan atas sumbangsihnya dalam dunia rancang bangun di Indonesia. Soekarno dianggap telah memelopori dan berhasil menangani projek- projek besar, antara lain Kompleks Asian Games, Hotel Indonesia (HI), Jakarta-Bypass, Masjid Istiqlal, dan Tugu Monumen Nasional (Monas). Projek-projek yang dapat dikategorikan berazaskan Pro Bono Publico atau memihak kepada kepentingan publik. Kekosongan kajian tentang Soekarno di bidang ini, kiranya terjawab dalam buku ini. Suatu penelusuran karya-karya Soekarno semenjak meraih gelar Ingenieur dari Technische Hogeschool (TH-Bandoeng sekarang Institut Teknologi Bandung) di tahun 1926 sampai tahun 1965 (saat meletusnya peristiwa G-30-S) yang dapat dianggap sebagai masa akhir kepemimpinannya. Yang menarik dari pembahasan buku ini adalah pendekatan kajian terhadap karya-karya Soekarno. Berbagai karyanya dalam rentang waktu 40 tahunan ditelusuri melalui pendekatan sejarah mentalite-nya. Sebuah pendekatan yang relatif baru dalam kajian sejarah. Mentalite dapat diartikan sebagai alam pikir bawah sadar dari seorang tokoh yang mampu membuat perubahan dalam struktur masyarakat. Alam pikir bawah sadar ini juga dapat diibaratkan sebagai brainbox, bank data, kumpulan memori yang akan berpotensi sebagai sumber ilham dalam berkarya atau mencipta. Penelusuran sejarah mentalite Soekarno membuat pemahaman atas pengaruh dari latar belakang keluarganya yang multikultural, pendidikan formal di lingkungan Belanda, budaya Jawa dan pewayangan, spirit nasionalisme dari HOS Tjokroaminoto, pendidikan yang ditempuhnya di Technische Hogeschool serta keterlibatannya dalam dunia politik mulai dari skala nasional sampai skala internasional menjadi penting. Semua itu merupakan titik-titik yang memengaruhi alam pikir Soekarno dalam merancang atau mentalite artistiknya. Melalui penelusuran sejarah mentalite inilah, sumber ide, hal-hal yang melatarbelakangi Soekarno mencipta serta simbol, makna yang dikandung pada karya-karyanya pun terungkap. Pemahaman karya-karyanya–dengan ciri rancangan adanya sentuhan “padu padan”– menjadi terintegrasi dengan konteks ruang, waktu dan tempat, ketika karya-karyanya tercipta. Salah satu contohnya adalah pengaruh lawatan Soekarno ke berbagai mancangegara secara maraton dari bulan Mei sampai Juli di tahun 1956. Kota-kota bertaraf internasional seperti di Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat dan Swiss dikunjunginya. Cakrawala alam pikir Soekarno pun semakin kaya dalam menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya sebagai negara baru merdeka, tetapi dapat diperhitungkan di dunia internasional. Soekarno kemudian “membidik” Jakarta sebagai “Wajah Muka Indonesia”. Jakarta pun kemudian berkembang pesat. Didirikanlah bangunan indah dan megah kala itu–seperti Hotel Indonesia, Masjid Istiqlal–tidak ketinggalan dilengkapi patung berskala kota sebagai tengaran kota, seperti Tugu Selamat Datang, Monumen Pembebasan Irian Barat, dan Patung Dirgantara. Sedangkan “padu padan” gaya, salah satunya terlihat pada bagian Hotel Indonesia. Pada beberapa tempat, pengolahan eksterior maupun interiornya memadukan arsitektur modern yang tengah berkembang saat itu dengan kebudayaan lokal Indonesia. Kajian buku ini sangat menarik, karena yang dikupas tidak saja karya-karya Soekarno di bidang arsitektur, akan tetapi juga di bidang tata ruang kota, interior, kria, simbol, mode busana dan teks pidatonya yang kaya dengan terminologi arsitektural. Selain itu, informasi-informasi berbagai hal, baik yang menyangkut latar belakang kehidupan Soekarno sampai keadaan sosial, politik, ekonomi, budaya yang berkembang di Indonesia dan di luar Indonesia yang mengiringi gerak langkah Soekarno pun menjadi bagian dari bahan kajian. Sungguh suatu kajian yang terintegrasi. Buku ini tetap merupakan sesuatu yang sangat menarik dan berharga untuk dibaca dan dipahami. Melihat Soekarno dari sisi yang berbeda. Melihat betapa sesungguhnya Soekarno, seorang negarawan sekaligus seorang arsitek. (Santi Widhiasih/Arsitek di Bandung)*** Judul Buku : Bung Karno Sang Arsitek - Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior, Kria, Simbol, Mode Busana, dan Teks Pidato 1926 - 1965 Pengarang : Yuke Ardhiati Editor : JJ. Rizal Pengantar : Edi Sedyawati Terbitan : Komunitas Bambu, Depok, Juni 2005 Tebal : xxii + 370 halaman Pikiran Rakyat Senin, 11 September 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar